Love For All Hatred For None

Love For All Hatred For None
Islam

Blogger templates

Saturday, July 13, 2013

Pancasila di Tengah Kepungan Ideologi Dunia

“Bagi orang yang berhaluan kiri, tak perlu takut bahwa Pancasila terlalu ke kanan, begitupun sebaliknya. Pancasila menjadi ”jalan tengah” bagi kepungan ideologi besar dunia.” (Bung Karno)

Kelahiran Pancasila tidak bisa dilepaskan dari konstelasi pada masanya. Ia tidak lahir di ruang hampa, namun –seperti dikatakan Bung Karno- di tengah kepungan ideologi-ideologi besar dunia. Ketika Fasisme Italia, Nazi Jerman dan Jepang diambang keruntuhan, dua ideologi besar lainnya sedang berebut pengaruh dan membentuk bloknya masing-masing. Blok Barat dengan Demokrasi Liberalnya diwakili Amerika Serikat vis a vis Blok Timur dengan ideologi Komunis dipimpin Uni Sovyet. Persaingan di antara kedua blok ini menyeret dunia ke kancah Perang Dingin (Cold War Era) yang berlangsung cukup lama. Dalam ”kawah candradimuka” sejarah inilah Pancasila lahir.


Kelahiran Pancasila diawali dengan pidato Founding fathers kita di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dalam sidang perdananya pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945 dibicarakan secara khusus mengenai calon dasar negara Indonesia merdeka nantinya. Terjadi perdebatan yang cukup alot mengenai ideologi apa yang akan dipakai. Kelompok Islam dan kelompok nasionalis ”kekeuh” menginginkan ideologi merekalah yang terpilih. Di tengah-tengah perdebatan sengit itulah, pada 1 Juni 1945 giliran Bung Karno (BK) menawarkan konsepsinya.

Pidato BK sendiri merupakan rangkaian dari pidato-pidato sebelumnya yang disampaikan tokoh-tokoh lain, di antaranya Muhammad Yamin dan Supomo. Dalam pidato tanpa teks yang menghabiskan waktu 45 menit itu, BK menawarkan Pancasila sebagai jalan tengah terhadap tarik-menarik di antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis. Singkat kata, pada proses selanjutnya dibentuk tim kecil untuk menyusun dan menyempurnakan kalimat dan urutan sila-sila tanpa merubah esensinya, sehingga tercapailah mufakat yang menerima Pancasila sebagai dasar negara kita.

Pembahasan tentang ideologi yang begitu dini dilakukan para Founding Fathers kita menunjukkan arti pentingnya ideologi bagi sebuah bangsa. Setiap bangsa berdiri di atas suatu ideologi atau yang seringkali disebutnya Weltanchauung.”Hitler mendirikan Jermania di atas ”national-sozialistische Weltanschauung“ . Lenin mendirikan negara Soviet diatas satu ”Weltanschauung,” yaitu Marxistische, Historisch- materialistische Weltanschaung. Nippon mendirikan negara dai Nippon di atas satu ”Weltanschauung“, yaitu yang dinamakan ”Tennoo Koodoo Seishin“. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu ”Weltanschauung“, bahkan diatas satu dasar agama, yaitu Islam..” (Bung Karno, 1 Juni 1945). Ideologi tak sekadar menjadi identitas. Ia mengada untuk memberi arah bagi perjalanan bangsa. Meminjam ungkapan Bung Karno, kemerdekaan adalah ”jembatan emas.” Di seberang jembatan itulah kita menyusun masyarakat dengan berpedoman kepada ideologi bangsa. Jadi, Pancasila sebagai ideologi menyediakan ”blue print” agar perjalanan bangsa kita ” right on the track.”

Tetapi tidak semua pihak menilai positif keberadaan ideologi. Ada juga yang menganggapnya negatif. Pendapat yang terakhir ini diwakili Karl Marx. Ia berpendapat bahwa ideologi adalah ”kesadaran palsu” yang menyesatkan manusia. Namun, muridnya sendiri, Georg Lukacs membantah pendapat sang guru. Baginya, ideologi sebagai bentuk kesadaran memiliki pengaruh positif jika isinya bersifat positif dan memberi pengaruh yang baik (Takwin, 2003). Dalam perjalanannya, murid-murid Marx bertindak lebih jauh dan tidak konsekuen, yakni menjadikan ajaran-ajaran gurunya sebagai ideologi negara. Jika demikian, ideologi memang mengandung dua konotasi, positif dan negatif. Si pemakailah yang menentukan untuk tujuan apa ideologi tersebut, apakah demi kemaslahatan manusia atau justeru sebaliknya.

Bagi BK, Pancasila tidak cukup hanya dijadikan dasar negara kita. Di hadapan Majelis Umum PBB pada 30 September 1960 BK menyampaikan pidato yang berjudul ”To Build The World Anew.” Dalam pidatonya ini BK mengingatkan ancaman konfrontasi yang diakibatkan polarisasi dunia ke dalam dua blok. Untuk mencegahnya, BK menawarkan Pancasila sebagai ideologi alternatif. ”Saya percaya, bahwa ada jalan keluar daripada konfrontasi ideologi-ideologi ini. Saya percaya bahwa jalan keluar itu terletak pada dipakainya Pancasila secara universil !” Tegas BK.

Dari sini sebagai generasi penerus kita harus belajar kepada para pendiri bangsa. Mereka memiliki visi yang jauh ke depan, tidak saja bagi kepentingan nasional namun juga kemaslahatan umat manusia. Meski belum lama merdeka, mereka tidak ragu-ragu menceburkan diri dan turut aktif menciptakan perdamaian dunia. Tidak sedikit bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang berhasil memerdekakan dirinya berkat perjuangan para pendiri bangsa kita ini. Apa yang mereka lakukan sesungguhnya sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni ”..ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”


0 comments :

Post a Comment